Durélan Petradwiya

batu-batu kecil bercahaya dari keseharian

Tuntunan untuk senantiasa mencari diri sendiri

Belakangan ini saya termenung sendiri, bergumul dengan perasaan saya sendiri. Lalu saya mengizinkan diri saya mengambil kegiatan yang cukup menenangkan. Memang, sangat menyenangkan tetapi selang beberapa hari setelahnya, saya akhirnya dipertemukan dengan perasaan yang sesungguhnya.

Sejauh aku berlari, sesibuk apapun aku bekerja, pada waktunya saya akan tiba di bilik renungan ini. Setelah beberapa bulan tidak menulis, saya ucapkan selamat datang pembaca yang merindukan batu-batu bercahaya di blog sederhana saya. Saya membagikan pemahaman iman dan kehidupan pribadi saya. Yang bisa jadi penuh perasaan dan emosi. Saya yakin bahwa emosi, perasaan dan pikiran dapat membantu menavigasi apa yang sebenarnya terjadi dalam hidup.

Di postingan sebelumnya, pembaca bisa membaca betapa sulitnya kondisi saya yang terjebak dalam kegundahan. Dulu, saya berpikir bahwa mengikuti sebuah ajaran ataupun kelompok tertentu akan membawa kehidupan saya menjadi lebih baik. Namun ternyata, saya punya pandangan unik dan sedihnya tidak semua orang bisa menerima saya dengan baik. Saya punya kondisi yang bagi orang lain itu menyusahkan sehingga orang secara konstan menyuruh saya untuk berubah. Cara hidup yang berbeda, rupanya, sehingga saya menemukan titik akhir bahwa saya akan benar-benar berhenti mengikuti dan mempraktikkan gaya hidup mereka. Sehingga saya punya kesempatan untuk membangun gaya hidup saya sendiri, dengan kearifan dan dorongan yang menuntun saya.

Selama satu tahun lebih belum menyelesaikan duka, membuat saya terkunci dengan sebuah kelompok yang ternyata bukan untuk ku. Rasanya depresif sekali, mengingatkan bahwa ternyata apa yang saya lakukan untuk terhubung dengan mereka adalah sebuah kesalahan. Maka kini saatnya untuk mengklaim apa yang seharusnya menjadi milik ku, yang sudah ada sejak lama dan terlupakan.

Aku masih berusaha menemukan serpihan-serpihan diriku yang berceceran. Mereka tersebar dalam kenangan, melalui waktu dan tempat. Napak tilas dan penelusuran perasaan dilakukan. Saya menemukan setiap diri dari sepotong kisah. Afirmasi yang diberikan oleh orang, mengingatkan pada saya siapa diri saya.

Saya merasa fungsi kepribadian saya belum sepenuhnya terintegrasi, saya tidak bisa lagi menutupi ini kepada pembaca. Bahwa ini adalah diri saya apa adanya. Sudah dua bulan terakhir sejak saya memutuskan untuk berhenti mengikuti sebuah kelompok dengan gaya hidup damai (yang bagi saya tidak damai). Saya masih terus mencari diri saya, sekaligus merangkul dan merayakan apa yang sudah ada di diri saya.

Doa senantiasa dipanjatkan. Saat menuliskan ini, perasaan kedekatan dan panggilan ruh dalam jiwa, beresonansi dan memanggil dengan kuat. Mengingatkan pada diriku bahwa diri ini berharga. Saya bisa melalui kesulitan dan kondisi ini. Pada saatnya, saya akan tiba di tujuan berikutnya.

Awalnya, saya mencari orang untuk mengadu. Namun dorongan yang hadir telah menuntun saya untuk kembali menulis di sini. Saya bersyukur bahwa kini, saya dilingkupi oleh orang-orang baik yang mendukung dan menyayangi saya apa adanya.

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai